Mengenaiamalan yang setidaknya bisa mempercepat dapat jodoh, kami sarankan untuk memperbanyak istighfar atau meminta ampun kepada Allah kemudian berdoa agar cepat diberi jodoh yang baik. Di samping itu perbanyak sedekah.
Bergurupada para Sahabat Nabi. Di antara guru-gurunya dari golongan sahabat nabi adalah Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Abdullah bin Mughaffal, 'Amr bin Taghlib, Abu Burzah al-Aslami, dan masih banyak lagi. Menurut Ibnu Hibban, Syekh Hasan al-Bashri telah menimba ilmu kepada 120 tokoh dari golongan sahabat.
RiwayatHidup Hasan Al Bashri Hasan Al Bashri lahir di Madinah pada tahun 21 Hijriah/642 Masehi. Ia lahir pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu. Kedua orang tuanya adalah seorang budak. Ayahnya pernah menjadi tawanan perang ketika kaum muslim menaklukan Misaan, daerah antara Basrah dan Waasit di Irak. Gambar sekedar ilustrasi
LaluHasan Al Basri menasehatkan, "Beristighfarlah kepada Allah". 8. Keberkahan bumi Sementara dosa-dosa itu terhapus dengan istighfar. Banyak kisah para ulama mengenai terkabulnya doa orang yang banyak beristighfar ini. Bahkan kadang cara pengabulannya unik dan tak disangka-sangka. Seperti seorang laki-laki yang banyak beristighfar
kumpulankisah teladan penuh hikmah Diberdayakan oleh Blogger. Tayangan halaman minggu lalu. Archives 2012 (43) 09/23 - 09/30 (11) TAUBAT SEORANG WANITA BUTA; TAUBAT LELAKI YANG SIBUK ISTIGHFAR 09/02 - 09/09 (18) 08/26 - 09/02 (14) Popular Posts. ORANG-ORANG TAMAK
Hasanal Bashri adalah tabiin (generasi setelah sahabat) yang menjadi ulama di Basra, Irak. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 Hijrah (642 Masehi) dan pernah menyusu kepada Ummu Salamah, isteri Rasulullah S.A.W. Ketika berusia 14 tahun, Hasan pindah ke kota Basrah, Irak, dan menetap di sana.
Kemudianbeliau memberikan contoh bagaimana para ulama dahulu, seperti Khudzaifah dan Hasan Basri sangat mengingkari seseorang yang menyampaikan hadits Al 'Arayinin [4] kepada Hajjaj Tsaqafi karena dijadikan dalil untuk menumpahkan darah kaum muslimin hanya karena karena masalah-masalah yang sepele. Pelajaran (4) : Istinbath Hukum.
ReadMEDIA KALIMANTAN RABU 22 FEBRUARI 2017 by Media Kalimantan on Issuu and browse thousands of other publications on our platform. Start here!
NR6R5Tj. Suatu hari, Imam Al Hasan Al Bashri menerima empat rombongan tamu yang datang secara terpisah kepada beliau untuk meminta nasihat. Tamu yang pertama datang mengeluhkan tentang masa paceklik yang terjadi di daerahnya dan sudah meresahkan masyarakat. Lalu, beliau berpesan kepada tamunya itu untuk beristighfar kepada Allah SWT. Selang beberapa saat, Imam Al Bashri kedatangan tamu kedua. Tamunya menyampaikan keinginan agar dapat terbebas dari kefakiran atau kemiskinan yang melilit keluarganya. Kepada tamu ini, beliau memberikan nasihat untuk senantiasa beristighfar kepada Allah SWT. Beberapa waktu kemudian, datang lagi tamu berikutnya yang menyampaikan keluh kesah bahwa di sekitar tempat tinggalnya sedang terjadi kekeringan disebabkan tidak turunnya hujan. Kembali, Imam Hasan Al Bashri menyampaikan petuah singkat kepada tamunya untuk memperbanyak istighfar kepada Allah SWT. Tidak lama setelah tamunya yang ketiga meninggalkan kediaman Imam Hasan Al-Bashri, beliau kembali kedatangan tamu. Tamunya yang keempat ini menyampaikan harapan yang sudah lama mereka dambakan, yaitu ingin memiliki keturunan dari pernikahan yang telah mereka jalani. Dan, ungkapan singkat yang disampaikan beliau adalah perbanyak istighfar kepada Allah SWT. Tanpa disengaja, keempat rombongan tamu itu bertemu di suatu tempat dan saling menceritakan keluh kesah mereka. Karena merasa mendapatkan nasihat yang sama, lantas muncul anggapan bahwa sang imam menyamakan seluruh permasalahan dengan hanya memberikan satu jawaban singkat dan mudah. Yaitu hanya memperbanyak membaca istighfar. Dengan sedikit emosi, mereka bersepakat kembali ke kediaman sang imam guna meminta penjelasan. Sesampainya di rumah Imam Hasan Al Bashri, mereka dipersilakan masuk. Setelah mendengarkan kembali keluhan tamunya, sang imam mengajak mereka menyimak QS Nuh [71] ayat 10-12. ?Maka, aku katakan kepada mereka, Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun’. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit atas kalian. Dan, Dia akan melipatgandakan harta dan anak-anak kalian, mengadakan kebun-kebun atas kalian, serta mengadakan sungai-sungai untuk kalian.? Setelah mendengarkan kalam Ilahi itu, barulah mereka tersadar bahwa nasihat sang imam bukan asal-asalan seperti dugaan sebagian mereka. Dengan perasaan malu, mereka pun akhirnya meninggalkan rumah beliau. *** Kak Nurul Ihsan/ Donasi terbaik di Insya Allah termasuk amal sedekah jariyah yang pahalanya akan terus-menerus mengalir kepada sahabat donatur hingga sampai di alam barzah alam kubur karena donasi tersebut sepenuhnya digunakan untuk pembuatan ebook anak terbaru dan pengembangan situs menjadi sebuah portal bacaan digital anak muslim free online terbesar di Asia yang bermanfaat bagi umat dan bangsa dalam upaya mendukung Program Sosial Edukasi Gerakan Indonesia Cerdas Literasi. Keutamaan Bersedekah Jariyah di dari shalat tahajud terputus setelah shalat itu selesai. Pahala dari puasa sunah terputus setelah berbuka. Pahala dari baca Alqur?an terputus setelah berhenti baca Alqur?an. Tapi tidak dengan pahala sedekah jariyah di Pahalanya Insyaallah terus-menerus mengalir walau sedekahnya sudah selesai. Tidak terputus sekalipun pemberi sedekahnya sudah meninggal dunia. Terimakasih atas donasi para sahabat literasi. Insya Allah menjadi amal sedekah jariyah yang tetap dan terus mengalir pahalanya sampai di alam barzah alam kubur. Amin ya robbal alamin. Jasa Penerbitan BukuNaskah/Ilustrasi/Komik/Layout Desain/CetakWA 0815 6148 165Telp 022 87824898e-mail cbmagency25 Raden Mochtar III, No. 126, Sindanglaya,Bandung, Jawa Barat 40195 Sumber & Kontributor Cloud Hosting PartnerPT DewawebAKR Tower ? 16th FloorJl. Panjang Kebon JerukJakarta 11530Email sales 021 2212-4702Mobile Kak Nurul Ihsan adalah inisiator Program Sosial Edukasi Gerakan Indonesia Cerdas Literasi, founder ketua Yayasan Sebaca Indonesia, serta kreator 500 buku anak yang sudah berkarya sejak 1991 hingga sekarang bersama tim CBM Studio. Profil dan karya buku Kak Nurul Ihsan dan tim CBM Studio dapat dilihat di sini.
OLEH HASANUL RIZQA Hasan al-Bashri 642-728 merupakan seorang ulama besar pada era sahabat Nabi. Tokoh yang menekuni jalan sufi itu menjadi penerang umat pada masanya dan generasi-generasi kemudian. Cahaya Ilmu dari Era Sahabat Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, perkembangan Islam tidak mengalami perlambatan. Sebaliknya, pengaruh dakwah justru terus meluas. Cakupan syiar agama tauhid tidak hanya menyinari Jazirah Arab, tetapi juga negeri-negeri di sekitarnya, seperti Mesir, Syam, dan Mesopotamia Irak. Tumbuhnya peradaban Islam dalam masa 100 tahun pasca-wafatnya Rasulullah SAW terjadi melalui perjuangan bersama. Penggerak utamanya ialah para sahabat Nabi SAW. Di bawah mereka, terdapat generasi tabiin dan at-tabiit taabi’in. Reputasi ketiga kelompok tersebut bahkan diakui oleh al-Musthafa shalallahu alaihi wasallam sendiri “Yang terbaik dari kalian umat Islam adalah orang-orang yang hidup pada zamanku sahabat, kemudian orang-orang setelah mereka tabiin, kemudian orang-orang setelah mereka at-tabiit taabi’in.” Di Irak, dinamika dakwah berpusat pada beberapa kota. Salah satunya ialah Basrah. Kaum Muslimin, apabila menyebut nama daerah itu pada masa sahabat, pasti teringat pada sosok mulia kebanggaan masyarakat setempat. Dialah Syekh Hasan al-Bashri. Pemilik nama lengkap Abu Said bin Abi Hasan Yasar al-Bashri itu sesungguhnya lahir di Hijaz, bukan Basrah sebagaimana diindikasikan nama gelarnya. Tepatnya, daerah Rabadzah—sekira 170 kilometer dari arah timur Madinah al-Munawwarah—menjadi tempatnya pertama kali menghirup udara dunia pada 21 Hijriyah atau 642 M. Rabadzah kini dikenal sebagai Kota Abu Dzar al-Ghifari karena di sanalah sahabat Nabi SAW tersebut menghabiskan sisa usianya. Menurut Juan Eduardo Campo dalam Encyclopedia of Islam 2009, Hasan al-Bashri berasal dari keluarga bekas tawanan perang. Ayah cendekiawan tersebut merupakan seorang Persia. Sebelumnya, bapaknya itu—bersama puluhan orang Persia lain—ditangkap oleh pasukan Muslimin dalam sebuah perang di Maysan, Irak. Begitu dibawa ke Hijaz, tawanan itu ikut dibebaskan, untuk selanjutnya bekerja pada seorang sahabat Nabi SAW, Zaid bin Tsabit. Adapun ibunda Hasan bernama Khairah. Apabila Abi Hasan Yasar menjadi pembantu Zaid sang sekretaris Nabi SAW, perempuan itu bekerja pada seorang ummul mu`minin, Ummu Salamah. Yasar, dan Khairah kemudian. Selanjutnya, kedua mantan budak itu hijrah ke Madinah dan dikaruniai seorang bayi laki-laki. Kira-kira sembilan tahun sesudah Rasulullah SAW wafat, lahirlah buah hati mereka. Nama “Hasan” merupakan pemberian dari Ummu Salamah. Hingga mencapai usia 15 tahun, Hasan al-Bashri menetap di Madinah. Walaupun tidak banyak sumber sejarah tentang masa kecilnya, seperti dikatakan Campo, Hasan patut diduga menerima pendidikan agama dengan baik sekali selama bertempat tinggal di sana. Hingga mencapai usia 15 tahun, Hasan al-Bashri menetap di Madinah. Sebab, lingkungannya diisi orang-orang yang mulia. Apalagi, ia sendiri besar dengan curahan cinta dan kasih sayang dari para keluarga Ahl al-Bait dan sahabat Rasulullah SAW walaupun dirinya terlahir dari orang tua yang mantan budak. Sebagai contoh, kisah kebaikan dari istri Nabi SAW, Ummu Salamah. Mantan majikan ibunya itu sangat menyayangi Hasan sejak kecil. Apabila Khairah sedang keluar rumah untuk suatu urusan, Hasan yang masih bayi sering merengek mencari-cari ibunya. Ketika itulah, sang ummul mu`minin menggendongnya dan bahkan menyusuinya hingga bayi tersebut tenang kembali. Pernah suatu ketika, Ummu Salamah juga membawa Hasan kecil ke hadapan Khalifah Umar bin Khattab. Sang amirul mukminin kemudian mengelus kepalanya sembari berdoa, “Ya Allah, pahamkanlah dia tentang agama-Mu, dan jadikanlah orang-orang mencintainya.” Sejarah membuktikan, munajat itu dikabulkan Allah SWT. Sang anak akhirnya menjadi seorang ulama besar dari generasi tabiin. Sebelum menapaki masa remaja, Hasan al-Bashri telah menimba banyak ilmu dari kalangan Ahl al-Bait dan para sahabat Nabi SAW di Madinah. Mereka mengenalnya sebagai seorang murid yang cerdas, mudah menyerap pelajaran dan hikmah. Pada mulanya, Hasan kecil belajar di rumah-rumah para istri Rasulullah SAW yang kala itu masih ada—terutama Ummu Salamah. Selanjutnya, ia pun rajin menghadiri pelbagai halaqah yang digelar di Masjid Nabawi. Madinah pada waktu itu dijuluki sebagai pusat kota hadis. Sebab, ada banyak penghafal hadis yang tinggal di sana. Sebagian besar dari mereka pernah mengiringi dakwah Islam sewaktu Rasulullah SAW masih hidup. Karena itu, terasa sekali semangat keilmuan penduduk Kota Nabi. Bergaul dengan orang-orang saleh di Madinah membuat Hasan tumbuh menjadi pemuda yang berilmu. Ia meriwayatkan banyak hadis dari mereka, termasuk Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy'ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Abdullah bin Mughaffal, Amr bin Taghlib, Abu Burzah al-Aslami, dan lain-lain. Begitulah keseharian santri yang berguru pada lebih dari 100 orang sahabat Nabi SAW tersebut. Bergaul dengan orang-orang saleh di Madinah membuat Hasan tumbuh menjadi pemuda yang berilmu. Ia meriwayatkan banyak hadis dari mereka. Hijrah ke Basrah Mulai dari masa Khalifah Abu Bakar hingga Umar bin Khattab, umat terus berjuang melawan dominasi Imperium Sasaniyah. Hasilnya, satu per satu wilayah—termasuk Irak—berhasil direbut kaum Muslimin dari tangan kerajaan Majusi itu. Barulah pada era amirul mukminin Utsman bin Affan, seluruh daerah kekuasaan Persia berada dalam genggaman daulah Islam. Dari sekian banyak kawasan di Irak, Hasan al-Bashri menjadikan Basrah sebagai tujuan perjalanannya. Saat berusia 15 tahun, pemuda saleh nan cerdas itu memulai hijrahnya dari Madinah ke kota seluas 75 km persegi tersebut. Secara geografis, Basrah berlokasi di Shatt al-Arab, daerah muara yang mempertemukan aliran Sungai Tigris dan Eufrat. Kawasan tersebut mulanya bernama Ubullah dan dikuasai Sasaniyah. Pada awal 630-an, pasukan yang dipimpin Utbah bin Ghazwan sukses merebutnya. Atas instruksi Khalifah Umar, dibangunlah kamp balatentara Muslim di sana. Sejak saat itu, namanya menjadi Basrah. Seiring runtuhnya Sasaniyah, Basrah kian berkembang pesat sebagai salah satu mercusuar peradaban Islam di Irak. Dari sana, banyak bermunculan tokoh agama dan politik. Seiring dengan runtuhnya Sasaniyah, Basrah kian berkembang pesat sebagai salah satu mercusuar peradaban Islam di Irak. Dari sana, banyak bermunculan tokoh agama dan politik. Reputasi kota tersebut pun kian terkenal sehingga menarik perhatian kaum terpelajar Muslim dari Jazirah Arab untuk mendatanginya. Hasan muda ikut termotivasi untuk tinggal di Basrah. Bahkan, pada akhirnya kota tersebut menjadi tempatnya beramal hingga tutup usia. Karena itu, orang-orang menjulukinya “Syekh Hasan al-Bashri”—Tuan Guru Hasan dari Kota Basrah'. Amal yang dilakukannya tidak hanya pada bidang pendidikan, tetapi juga militer. Bahkan, Hasan tercatat berkali-kali mengikuti jihad fii sabilillah selama bertempat tinggal di sana. Dengan dipimpin al-Muhallab bin Abi Sufra, komandan pasukan Islam di Basrah, anak asuh ummul mu`minin Ummu Salamah itu selalu berada di garis depan dalam tiap pertempuran. Keberaniannya diakui banyak tokoh Muslim sezamannya. Seorang sahabat Nabi SAW, Abu Burdah, memujinya dengan perkataan, “Aku belum pernah melihat lelaki yang sifatnya mirip para sahabat Nabi SAW walaupun tidak termasuk segenerasi dengan mereka, kecuali al-Hasan.” Aku belum pernah melihat lelaki yang sifatnya mirip para sahabat Nabi SAW walaupun tidak termasuk segenerasi dengan mereka, kecuali al-Hasan. Sejak menjadi warga Basrah, Hasan muda semakin giat belajar. Ia menuntut ilmu-ilmu agama dari banyak ulama besar setempat, termasuk kalangan sahabat Nabi SAW. Seorang gurunya bernama Abdullah bin Abbas. Dari Ibnu Abbas, dirinya menerima ilmu tafsir Alquran, hadis, serta qiraah. Dengan gugurnya Utsman bin Affan pada 656 M, kepemimpinan umat diteruskan kepada Ali bin Abi Thalib. Sang khalifah lantas memindahkan ibu kota dari Madinah ke Irak. Hasan bersama dengan generasi muda Muslimin setempat memanfaatkan perpindahan pusat kekhalifahan itu dengan sebaik-baiknya, yakni menimba ilmu dari sang menantu Rasulullah SAW. Dari Ali, Hasan belajar banyak hal, khususnya ilmu bahasa dan sastra Arab. Di samping itu, dia juga mengagumi sang karamallahu wajhah yang selalu memberi nasihat penuh hikmah. Menjadi ulama Setelah bertahun-tahun menimba ilmu, tibalah saatnya bagi Hasan al-Bashri untuk berkiprah sebagai seorang guru. Saat berusia 40 tahun, dia telah memimpin sebuah halaqah keilmuan di Masjid Raya Basrah. Ada banyak orang yang menjadi muridnya. Mereka tidak hanya berasal dari kota setempat, tetapi juga seantero Irak. Ia menjadi ulama yang paling masyhur di Basrah. Dalam menyampaikan ilmu, Hasan tidak hanya menyasar pikiran, tetapi juga perasaan para pendengarnya. Tidak jarang, jamaah akan meneteskan air mata tatkala menyimak ceramahnya yang penuh hikmah. Mengingat dosa, peringatan kematian, memperbaiki diri, mendekatkan diri pada Allah SWT, itu semua menjadi tema-tema yang sangat apik dibawakannya. Hati siapapun akan tergugah apabila mendengarkan uraiannya. Mengingat dosa, peringatan kematian, memperbaiki diri, mendekatkan diri pada Allah SWT, itu semua menjadi tema-tema yang sangat apik dibawakannya. Pengikutnya tidak hanya berasal dari kalangan masyarakat biasa. Para elite pemimpin pun menaruh hormat takzim kepadanya. Hasan sering kali menasihati para amirul mukminin, termasuk yang memimpin dalam era Dinasti Umayyah. Salah seorang penguasa yang pernah diberikannya petuah ialah Khalifah Abdul Malik bin Marwan, yakni raja kedua Umayyah yang juga cukup lama berkuasa di zaman dinasti tersebut. Ceramah-ceramahnya selalu menarik hati. Sebab, Hasan menggunakan gaya bahasa yang santun serta sangat piawai dalam memanfaatkan kalimat-kalimat sastrawi. Sementara, bangsa Arab mudah terpesona pada estetika bahasa. Beberapa orang, baik yang hidup sezaman maupun sesudahnya, mengabadikan untaian nasihat-nasihat dari sang syekh dalam berbagai buku. Salah satu contoh nasihatnya yang tercatat ialah sebagai berikut. “Wahai anak Adam! Kalian bukanlah apa-apa kecuali hitungan hari. Setiap hari itu lewat, sebagian darimu pun pergi menghilang.” Selain itu “Kematian menunjukkan kenyataan hidup. Tidaklah kematian meninggalkan kebahagiaan kecuali bagi orang-orang yang bijak.” Dalam bahasa Indonesia, bunyi petuah itu barangkali “kehilangan” nuansa sastrawinya. Yang jelas, dalam bahasa aslinya kata-kata tersebut mudah dihapalkan serta amat menyentuh hati.
Terdapat banyak manfaat meminta ampunan atau istighfar. Baik manfaat yang diabadikan dalam Alquran ataupun hadis Rasulullah SAW. Manfaat istighfar di antaranya adalah sebab diampuninya dosa, turunnya rezeki dari langit, dilapangkannya harta dan keturunan, syarat dikabulkannya doa, serta dibukakannya berbagai kebaikan hingga masalah apa pun yang dihadapi seorang hamba, selalu ada jalan keluarnya. Al-Hafizd Ibnu Hajar Al Ashqalani di dalam kitab Fath Al Baari mengutip sebuah atsar dari Imam Al Hasan Al Bashri bahwa ada empat rombongan tamu yang datang secara terpisah kepada beliau untuk meminta nasihat. Tamu yang pertama datang mengeluhkan tentang masa paceklik yang terjadi di daerahnya dan sudah meresahkan masyarakat. Lalu, beliau berpesan kepada tamunya itu untuk beristighfar kepada Allah SWT. Selang beberapa saat, Imam Al Bashri kedatangan tamu kedua. Tamunya menyampaikan keinginan agar dapat terbebas dari kefakiran atau kemiskinan yang melilit keluarganya. Kepada tamu ini, beliau memberikan nasihat untuk senantiasa beristighfar kepada Allah SWT. Beberapa waktu kemudian, datang lagi tamu berikutnya yang menyampaikan keluh kesah bahwa di sekitar tempat tinggalnya sedang terjadi kekeringan disebabkan tidak turunnya hujan. Kembali, Imam Al Bashri menyampaikan petuah padat kepada tamunya untuk memperbanyak istighfar kepada Allah SWT. Tidak lama setelah tamunya yang ketiga meninggalkan kediaman Imam Al-Bashri, beliau kembali kedatangan tamu. Tamunya yang keempat ini menyampaikan harapan yang sudah lama mereka dambakan, yaitu ingin memiliki keturunan dari pernikahan yang telah mereka jalani. Dan, ungkapan singkat yang disampaikan beliau adalah perbanyak istighfar kepada Allah SWT. Tanpa disengaja, keempat rombongan tamu itu bertemu di suatu tempat dan saling menceritakan keluh kesah mereka. Karena merasa mendapatkan nasihat yang sama, lantas muncul persepsi bahwa sang imam menggeneralisasi seluruh permasalahan dengan memberikan satu jawaban. Dengan sedikit emosi, mereka bersepakat kembali ke kediaman sang imam guna meminta penjelasan. Sesampainya di rumah Imam Al Bashri, mereka dipersilakan masuk. Setelah mendengarkan kembali keluhan tamunya, sang imam mengajak mereka menyimak QS Nuh [71] ayat 10-12. “Maka, aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun'. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit atas kalian. Dan, Dia akan melipatgandakan harta dan anak-anak kalian, mengadakan kebun-kebun atas kalian, serta mengadakan sungai-sungai untuk kalian.” Setelah mendengarkan kalam Ilahi itu, barulah mereka tersadar bahwa nasihat sang imam bukan asal-asalan seperti dugaan sebagian mereka. Dengan perasaan malu, mereka pun akhirnya meninggalkan rumah beliau. sumber Harian Republika